Bukan Surat Terakhir
Selamat pagi, Lagi, aku menulis surat untukmu. Surat kesekian yang tak pernah disampaikan tukang pos. Mungkin kau tidak pernah sekalipun membacanya. Tak mengapa, aku hanya ingin menuliskannya saja. Karena ketidakmampuanku berbicara secara langsung, ketidakberdayaanku untuk bertemu secara tatapmuka, hanya ini yang bisa kulakukan. Ada rasa yang berbeda setiap kali aku menuliskan surat-surat ini. Aku seperti masih bisa melihatmu, aku seperti masih bisa berbicara denganmu. Aku seperti berada didekatmu. Itu yang membuatku gemar menulis surat untukmu. Do'aku kepada Tuhan masih tetap sama. Aku masih berharap bisa kembali ke kotamu itu. Menemuimu, atau sekedar melepas rindu menatap bangunan dan jalanan yang entah sudah jauh berbeda atau masih tetap sama seperti empat tahun silam. Ya, empat tahun. Aku hanya ingin menyampaikan sesuatu, mas. Aku tidak pernah tahu apa yang akan terjadi padaku satu detik kedepan-pun. Sesuatu yang buruk bisa saja terjadi tanpa direncanakan. Aku tahu,...