Surat Untuk Yogyakarta

Teruntuk Yogya,
Di sebelah selatan pulau Jawa

Apa kabar Yogya? Semoga dirimu selalu menjadi primadona disetiap hati jiwa-jiwa yang pernah mengunjungimu. Sudah berapa banyak cinta yangkau tanamkan dihati mereka? Sudah berapa kisah manis yang kau ciptakan untuk mereka kenang? Pasti sudah tak terhitung lagi mereka yang jatuh cinta akan pesona kotamu, jugamereka yang jatuh cinta dikotamu dan menjadikanmu sebagai kota mereka, pun mereka yang jatuh cinta pada pendudukmu yang ramah tamah, seperti aku yang jatuh cinta pada pribumi itu:)

Jika Tuhan mengijinkan, ingin rasanya aku kembali menjamahmu. Kembali berkunjung untuk sekedar mengenang setiap helai kisah yang menurutku indah. Dan berharap akan bertemu kembali dengan pribumi yang membuatku tak ingin melupakanmu. Tuan itu telah mengunci hatiku, sehingga rindu ini tak dapat berpaling pada siapapun. Andai jarakku kekotamu hanya sejengkal, dengan mudah aku bisa bercumbu bersamamu setiap saat rindu ini hadir. Tapi, apalah daya. Telanjang kaki ini tak mampu meraihmu, Yogya.
Sungguh sangat mengenaskan, bukan?
Yogya, malam ini aku merindukanmu. Bukan, bukan Tuan pribumi itu.

Ada udara dingin Kaliurang yang lebih kurindukan, ada hembusan angin dan terpaan ombak Parangtritis yang jauh lebih kurindukan, ada keramahan ditengah keramaian pendudukmu yang jauh jauh lebih kurindukan. Lampu-lampu jalan, para pedagang, musisi jalanan, kursi tembok berbentuk setengah lingkaran, dan masih banyak lagi atribut Malioboro lainya yang jauh jauh jauh lebih kurindukan lagi. Karena mereka saksi bisu atas setiap jejak yang kaki ini langkahkan bersama Tuan pribumi Yogyakarta itu.

Yogya, ada cinta yang belum terselesaikan. Ada rindu dihati ini yang tak tersampaikan. Yang hanya tertulis lewat surat yang tak sempat untuk dikirim ini.
Yogya, jika harapku berkunjung kekotamu ini terlalu besar, maka ijinkan terciptanyaYogya Yogya sepertimu disekitar rumahku, agar tak perlu bersusah payah untukku bernostalgia mengenangnya.
Kakiku pun tak akan lelah berjalan menempuh ribuan kilometer untuk bercengkrama denganmu.
Hmm, tapi pasti mungkin akan berbeda rasanya. Ada sentuhan tersendiri yang tidak bisa dihadirkan dikota manapun didunia ini selain dikotamu. Benar, kan?

Jadi, kapan kita bisa bercengkrama kembali seperti dua tahun lalu?
sssttt.... Tentang Tuan pribumi itu, aku merindunya

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wong Jawa Nggone Semu, Sinamun ing Samudana, Sesadone Ingadu Manis

Rectoverso (Quote)

Nidji - Jangan Lupakan