10-08-2014

Entah harus seperti apalagi aku menggambarkan betapa aku merindukanmu, Mas? Berkali-kali aku menyibukkan diriku agar tidak terlalu memikirkanmu. Rasanya usahaku sia-sia saja saat kamu menyapaku kembali dengan panggilan "dear" itu.
Kamu kembali menerbangkanku, Mas.
Mungkin bagimu, kamu hanya menyapaku dengan biasa dan sewajarnya, tapi aku tak menganggapnya begitu. Maaf, Mas.
Kamu kembali membuat aku gila.

"Dear"
Apa itu maksudnya? Does it mean you are imterested to me?
Think I'm sweet, nice, cute?
Hahaha, sudahlah.
Anyway, terimakasih, Mas. Kamu sudah mau menghubungiku dan menanyakankabarku. Karena sebelumnya aku berfikir kita takkan pernah bertegursapa lagi.
Perbincangan kita sangat singkat, dan sepertinya kamu sangat berhati-hati. Tebakanku, kamu tak ingin terlalu "seperti-memberi-harapan" padaku kan?
Hufth, ngawur aku.
Lupakan
Aku masih ingin bertemu denganmu, Mas. Itu masih jadi cita-cita aku, salah satu harapan terbesar dalam hidupku adalah bertemu denganmu.
Aku sempat, hampir saja, tinggal selangkah lagi cita-citaku bertemu denganmu terwujud. Tapi semuanya musnah. Kamu tahu? Ya, kakak pertama aku.
Belum sempat kuceritakan kan?
Bulan april kemarin, aku sudah mengantongi cukup bekal untuk pergi kekotamu. Tapi satu yang belum aku dapatkan, restu dari kakak pertamaku. Aku bahkan sudah menghubungi Ani untuk mempersiapkan segalanya, tapi mungkin dia mengira aku hanya omong kosong.
Bertepatan dengan itu, Papap masuk rumah sakit karena serangan jantung. Aku sampai shock, bahkan mungkin cukup stress. Aku takut kehilangan Papap.
Setelah semuanya bkembali membaik, aku mengurungkan niatku untuk menemuimu. Mungkin Tuhan belum mengijinkan pertemuan kita. Tpi aku tak perenah berhenti berdo'a. Aku percaya kekuatan do'a.
Lagi pula, kalau memang Tuhan sudah berkehendak, tanpa aku mencaripun kita akan dipertemukan.
Ada ribuan mungkin bahkan jutaan kata yang tak tersampaikan. Kalaupun nanti pertemuan kita tercipta, mungkin aku sudah tak mampu lagi berkata apa-apa. Semuanya terpendam disini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Wong Jawa Nggone Semu, Sinamun ing Samudana, Sesadone Ingadu Manis

Rectoverso (Quote)

Nidji - Jangan Lupakan